Kemarin
malam 8 Maret 2016 tepat pukul 7 malam Theatre Of English Department
mempersembahkan sebuah lakon berjudul Death
Of Salesman yang di Sutradarai oleh salah satu Mahasiswa Prodi Bahasa
Inggris ini, yang pada pementasan sebelumnya mereka telah menampilkan lakon Sweeny Todd dengan sangat baik.
Penulis
dari naskah yang mereka mainkan adalah Arthur Miller, seorang penulis dan juga
pemain drama yang lahir di New York pada tahun 1915. Alasan TED memainkan
naskah ini karena novel The Death of
Salesman sudah dikenal di mata dunia. Dan sudah sering di pentaskan di
Broadway. Pentas ini berhasil menceritakan tentang tragedy besar di Amerika.
Sekilas
sinopsis, lakon ini berkisah tentang seorang salesman tua yang sudah tidak
produktif lagi dalam menggaet pembeli dan mengalami konflik batin tingkat akut
sehingga terlalu banyak melamun sampai seolah-olah
lamunan dan kenyataan sudah saling mempenetrasi. Sering setiap kali ia
mendapatkan kesempatan sendiri ia gunakan untuk merenung, lamunan langsung
menyerangnya.
Death
of Salesman adalah sebuah cerita tentang tragedy social dan juga individu
yang menunjukkan perubahan pada budaya. Hal ini dapat dilihat dari tokoh utama
dalam cerita ini, Willy. Ia merupakan salah satu dari kelompok kelas menegah
neurotic yang terjebak di sebuah kota besar dengan mimpi-mimpinya.
Drama
tersebut menyajikan bentrokan dramatis antara mimpi dan kenyataan.
Willy, seorang yang memiliki pemikiran jauh dari realita. Ia mencoba untuk
menyarankannya anaknya, biff, untuk mengikuti alur mimpi-mimpi Willy. Menjadi
seorang salesman sukses.
Ketika
perlahan ia mulai mendekati realitas buruk di dalam kehidupannya, Willy tidak
pernah menyadari bahwa akan ada fakta menyakitkan yang merubah keadaan
keluarganya.
Namun,
fakta buruk terjadi. Willy merasa kehilangan segala kehormatannya di hadapan
anaknya. Suatu hari, Biff melihat seorang wanita dikamar Willy. Biff pun sangat
terkejut dan kecewa terhadap apa yang diperbuat oleh ayahnya.
Willy
menyesalkan atas semua yang sudah terjadi. Dia pun masih menyimpan rapat-rapat
rahasianya ini. Hanya Biff dan dirinya lah yang tahu. Disisi lain Biff pun tak
ingin menceritakan kepada siapapun atas apa yang sudah diketahuinya tentang
keburukan ayahnya. Biff merasa seperti mengkhianati ibunya karena tidak
menceritakan hal ini. Namun, Biff pun tidak ingin hubungan kedua orang tuanya
tidak harmonis karena ini. Selain dia gagal menjadi seorang salesman sukses,
dia juga gagal menjadi seorang ayah yang baik buat anak-anaknya. Ketika dia
tahu bahwa ada yang berubah pada diri Biff, dia menjadi frustasi. Dan Willy pun
menyadari bahwa bukan karena kepribadian menarik dari seseorang, tetapi uang
yang menjadikan manusia disukai di masyarakat.
Disisi
lain, Happy, anak kedua dari Willy, memperhatikan gerak – gerik ayahnya tsb.
Dia merasa ada yang aneh dengan ayahnya karena Willy sering berbicara tidak
jelas pada dirinya sendiri. Happy mengkhawatirkan keadaan ayahnya.
Kedua
anak Willy mengerti dan memahami akan semua kondisi yang dialami ayahnya.
Tetapi Willy seolah tak ingin menyadari keterpurukannya. Dia tetap berusaha
memperlihatkan pada anak-anaknya, dan juga istrinya jika dia masih tetap kaya.
Walaupun faktanya Willy sudah tidak memiliki harta yang bisa diwariskan pada
mereka.
Klimaks
dari cerita ini pun terjadi. Kegagalan Willy untuk mengenali cinta yang
ditawarkan kepadanya hanya lah siksa batin. Dalam fikiran Willy, tidak adanya
pengetahuan diri yang dia miliki, menjadikan dia untuk mencapai hasil yang
nyata dari semua ketidaksuksesannya tsb. Dalam semua angannya, tidak
ada yang bisa terwujud. Dan akhirnya dia berusaha untuk bunuh diri. Dengan cara
ini lah dia mengakhiri semuanya.
Saya
cukup kecewa dengan pementasan kali ini karena ada banyak detail yang hilang
dari pentas sebelumnya.
Untuk
setting panggung saya kurang menikmatinya karena mereka menggunakan konsep yang
sama yaitu menggunakan panggung atas dan bawah terkesan rumah bertingkat. Namun
posisi yang mereka gunakan hampir mirip dengan pentas sebelumnya.
Di
bagian lighting ada beberapa adegan yang warna lampunya tidak sesuai. Kemudian
aktor kurang peka dengan keberadaan lampu, sehingga sering wajah mereka tidak
terlihat karena gelap.
Untuk
makeup panggung para aktor tidak terlihat natural karena makeup yang kurang
rata, terlalu putih dan tidak menjamah bagian leher juga tangan hanya fokus
dimuka saja sehingga menyebabkan seperti hantu. Makeup karakter pada aktor
perempuan belum sesuai dengan umurnya yang tua, karena dia masih terlihat cukup
muda .
Kemudian
kostum yang mereka gunakan cukup sesuai dengan naskah bahkan pementasan teater
di america, namun kostum tokoh utama kurang bervariasi karena terkadang kostum
dengan suasana adegan tidak sesuai. Ketika
willy dan istrinya berada di luar rumah mereka menggunakan sendal hotel,
mungkin akan lebih indah jika mereka menggunakan sendal biasa.
Disetiap
adegan mereka menggunakan rekaman instrumental dan gitar. Saya sangat
menyayangkan ketika musik pendukung sering tidak muncul, yang menyebabkan
adegan penting terlewat begitu saja tanpa ada penekanan atau pendukung. Hal itu
membuat alur pementasan begitu datar.
Untuk
keseluruhan isi adegan saya tidak tahu kenapa mereka diluar ekspektasi saya.
Mereka hanya mengobrol dan memainkan intonasi saja. Terlalu monoton karena
tidak ada adegan spesial. Tidak seperti pentas sweeny todd yang memiliki
titik-titik klimaks dan antiklimaksnya. Sepanjang pementasan sering saya tidak
paham kapan pergantian suasana atau waktunya, berganti begitu saja tanpa ada
pengubahan setting atau penjelasan.
Suara
dan sikap dari karakter linda si perempuan tua tidak menggambarkan umurnya
cukup timpang jika dibandingkan dengan willy. Bisnis acting para aktor agak
monoton, seperti contohnya mereka sering menaruh tangan dikantong dan minum
air, begitu terus berulang.
Pergantian
adegan sangat lama kira-kira sekitar 4 menitan lampu redup namun memang tetap
ada sedikit musik pelan megiringi dan lampu yang remang.
Akan
tetapi tidak dipungkiri saya begitu mengagumi tokoh utama Willy, kekonsistennan
beractingnya membuatnya terlihat sangat natural, tidak seperti dibuat-buat. Juga
cara berdialog para aktor yang sangat baik, artikulasi yang cukup jelas,
intonasi yang baik, dan accent yang pada porsinya atau tidak berlebihan.
Untuk menutup, tanpa mengurangi rasa hormat, saya secara
pribadi meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada keluarga besar TED karena mungkin saya
terkesan begitu lancang atau terlihat sok tahu. Namun saya hanya ingin
menyampaikan unek-unek keluh kesah saya sendiri. Saya sangat berharap
mendapatkan kesempatan lagi untuk menonton pentas TED selanjutnya dengan konsep
yang lebih segar.
Terimakasih, salam budaya
Talitha Shabrina
Tidak ada komentar:
Posting Komentar